Wednesday, December 01, 2004

Sayembara Rp 1 Miliar Polisi

KERJA polisi kian lama kian membingungkan dan terkesan main-main. Betapa tidak? Setelah mengaku lalai menjaga seorang tersangka kejahatan, sehingga yang bersangkutan buron, polisi kini mengadakan sayembara berhadiah untuk menangkapnya.

Sayembara itu isinya kurang-lebih adalah polisi akan memberikan hadiah Rp 1 miliar kepada siapa saja yang bisa memberi informasi keberadaan Adrian Waworuntu, tersangka utama pembobol duit Bank BNI Rp 1,7 triliun, yang kabur itu.

Menggelar sayembara menangkap Adrian jelas bukan sesuatu yang kita tunggu dari polisi. Kita justru menanti usaha polisi mengejar dan menangkap buron itu. Mengadakan sayembara bisa diartikan seolah-olah polisi sudah menemui jalan buntu dan menyerah, sehingga terpaksa meminta bantuan masyarakat.

Adrian bukan pembunuh sadis, bukan pula teroris yang baru saja meledakkan bom di suatu tempat dan menewaskan banyak orang. Ia memang buron kakap, tetapi tak berbahaya amat. Ia bukan buron bersenjata yang mengancam keselamatan orang lain. Kesalahannya, paling tidak menurut polisi, hanyalah menggondol sejumlah besar uang yang bukan miliknya dan sekarang kabur entah ke mana. Terlalu berlebihan rasanya jika untuk mengejar dia, polisi sampai harus mengadakan sayembara Rp 1 miliar.

Uang Rp 1 miliar tentu bukan jumlah yang kecil. Memang polisi mengatakan, uang itu diambil dari biaya operasional mereka. Artinya, hadiah itu sudah masuk dalam anggaran mereka. Ini juga berarti asalnya dari negara alias uang rakyat.

Seandainya kelak memang ada warga masyarakat yang berhasil menunjukkan lokasi Adrian dan memperoleh hadiah itu, berarti polisi sekadar mengembalikan lagi uang dari rakyat. Ini jelas tidak lucu. Kecuali hadiah itu ternyata sumbangan dari perseorangan.

Mestinya polisi tak perlu sampai mengeluarkan uang sebanyak itu. Ketimbang mengadakan sayembara, mestinya polisi gunakan saja uang itu untuk membiayai operasi memburu Adrian yang mungkin akan menghabiskan ongkos lebih sedikit.

Uang sayembara itu lebih baik dipakai sebagai insentif bagi petugas yang memburu Adrian. Bisa juga dipakai untuk kepentingan lain yang lebih mendesak. Atau dipakai saja untuk hadiah bagi siapa saja yang berhasil menyeret petugas yang lalai, dan menyebabkan Adrian kabur, ke penjara. Mengejar Adrian itu suatu keharusan, tetapi memberi hukuman yang setimpal kepada polisi yang lalai juga penting.

Hadiah Rp 1 miliar itu mungkin juga jumlah yang tak seberapa bagi Adrian. Ingat, ia diduga menggondol Rp 1,7 triliun atau 1.700 kali satu miliar! Jelas, uang Rp 1 miliar bukan apa-apa baginya. Ia pasti mampu mengadakan sayembara yang sama dengan hadiah yang jauh lebih besar.

Taruhlah misal, Adrian ganti menyediakan hadiah Rp 2 miliar kepada siapa saja yang bisa menyembunyikan dirinya. Atau, ia menjanjikan hadiah Rp 5 miliar kepada semua polisi yang tak menangkapnya dan bersedia menghentikan pengejaran. Apa yang akan terjadi?

Ada kemungkinan orang ramai akan lebih memilih ikut sayembara Adrian ketimbang mendapatkan hadiah dari polisi, meskipun dengan risiko masuk penjara. Karena, sudah jelas uang yang akan diperoleh jauh lebih besar. Seandainya itu yang terjadi, pasti polisi akan makin terlihat tidak lucu. ***

Dimuat di Koran Tempo, edisi 13 Oktober 2004

No comments: