Wednesday, December 01, 2004

Menanti Bukti Instruksi Presiden

SEJUMLAH instruksi keluar di hari-hari pertama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Terakhir, Presiden mengeluarkan sembilan instruksi kepada para gubernur di Indonesia. Salah satunya berbunyi, semua gubernur diminta memberikan teladan kepada masyarakat soal pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Gubernur yang terlibat tiga perkara tersebut akan diberhentikan.

Meskipun bagus dan layak dilaksanakan, tidak ada yang istimewa sebetulnya dari keluarnya sejumlah instruksi itu. Sebagai presiden baru, Yudhoyono memang harus "kejar setoran", cepat-cepat menyelesaikan pelbagai persoalan penting dan genting. Apalagi ia sudah berjanji akan membawa perubahan di negeri ini. Salah satu caranya, ya, mengeluarkan instruksi itu.

Selain itu, tak ada yang luar biasa juga dari instruksi kepada para gubernur. Seorang presiden memang sudah seharusnya mengeluarkan perintah kepada para gubernur di bawahnya. Apalagi, menurut undang-undang, gubernur diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Tanpa instruksi khusus, sebenarnya presiden bisa saja langsung memerintahkan agar mereka melakukan sesuatu.

Instruksi itu jadi menarik dan perlu dibicarakan karena Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh saat ini tengah menjadi tersangka dalam kasus korupsi pembelian helikopter jenis Mi-2. Lembaga yang menetapkan status tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi.

Bekas presiden Megawati Soekarnoputri memang pernah mengeluarkan instruksi presiden yang berisi perintah agar tugas Gubernur Puteh didelegasikan kepada Wakil Gubernur Aceh. Adapun pelaksanaan tugas dan wewenang sehari-hari Gubernur selaku Penguasa Darurat Sipil Daerah dilaksanakan sepenuhnya oleh Menteri Koordinator Politik dan Keamanan. Namun, secara hukum, ia masih Gubernur Aceh.

Hingga sekarang, proses hukum Puteh pun masih menumpuk di atas meja Komisi Pemberantasan Korupsi. Semula ada rencana kasus Puteh disidangkan setelah para hakim ad hoc tindak pidana korupsi diangkat pada 7 Oktober silam. Namun, hingga dua pekan berlalu, belum ada kabar kapan sidang digelar.

Kini kita berharap Presiden Yudhoyono tak hanya bisa menggelontorkan segepok instruksi kepada jajaran di bawahnya. Kita menunggu apakah perintah itu dijalankan sang bawahan. Kita juga akan melihat bagaimana Presiden mengawasi apakah bawahannya menjalankan perintahnya atau tidak.

Lebih dari itu, kita juga ingin Presiden melakukan terobosan. Dalam kasus Puteh, misalnya, janganlah terlalu banyak basa-basi dan mengikuti prosedur umum. Bila orang ramai sudah tak percaya kepadanya, ya, pecat saja dia. Nanti kalau dalam sidang ternyata hakim menyatakan ia tak bersalah dan harus dibebaskan dari hukum, Presiden toh bisa mengangkat dan memulihkan namanya lagi.

Masa kampanye sudah berakhir. Sekarang adalah masa bakti. Kita tak butuh lagi janji, melainkan bukti. Jangan sampai segala macam instruksi itu menjadi sekadar basa-basi politik yang tak pernah terlaksana. Karena itu, instruksi presiden sebaiknya diikuti sanksi hukum bagi yang melanggar supaya ia tak hanya menjadi macan kertas. ***

Dimuat di Koran Tempo, 27 Oktober 2004


No comments: