Wednesday, December 01, 2004

Carut-marut Kasus Newmont

KASUS pencemaran Teluk Buyat, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, berkembang semakin kompleks. Setelah polisi menetapkan PT Newmont Minahasa Raya sebagai perusahaan yang melakukan pencemaran, Richard Bruce Ness, direktur utamanya, juga ditetapkan sebagai salah satu tersangka. Amerika, melalui duta besarnya di Jakarta, Ralph Boyce, lalu meminta Ness tak ditahan. Permintaan ini kemudian memicu protes dari pelbagai kalangan, karena dianggap sebagai bentuk intervensi urusan dalam negeri Indonesia.

Kasus Newmont sejatinya tak perlu melebar ke mana-mana seandainya sejak semula ada satu hal yang diluruskan terlebih dulu, yakni soal standar yang dipakai untuk menentukan terjadinya pencemaran. Soalnya, hingga saat ini ada beberapa versi, punya polisi, Kementerian Lingkungan, Newmont, dan LSM.

Kalangan LSM menyatakan memang ada pencemaran logam berat di perairan Teluk Buyat. Demikian juga Pusat Laboratorium Forensik Polri. Sebaliknya, Newmont menyangkalnya.

Menteri Lingkungan Hidup, yang sebelumnya selalu bernada menyangkal adanya pencemaran, akhirnya mengumumkan hasil Tim Peer Review yang menyatakan sebaliknya. Tim ini dibentuk oleh Menteri Lingkungan Hidup, tidak melakukan penyelidikan sendiri, tetapi menilai dari semua laporan penyelidikan yang ada.

Walaupun Menteri Lingkungan Hidup mengoreksi pernyataan sebelumnya dengan menyatakan kesimpulan Tim Peer Review bukan atas nama kementeriannya, dan bahkan menyatakan tetap pada kesimpulan bahwa kualitas air di Teluk Buyat masih di bawah baku mutu, kementerian itu tetap merupakan lembaga yang paling bertanggung jawab menciptakan kejelasan atas kasus ini.

Kita harus berhati-hati dalam membuat kesimpulan. Tatkala ada korelasi dua kejadian, hubungan keduanya tidak selalu bersifat sebab-akibat. Analisis obyektif harus dilakukan dulu, agar tidak membuat kesimpulan cepat yang menyesatkan.

Ada limbah dan banyak orang sakit di daerah sekitarnya, belum pasti berarti bahwa hal yang pertama menyebabkan kejadian yang kedua. Metode ilmiah mengharuskan orang untuk menghindari kesesatan post hoc, ergo propter hoc: sesudah ini, karena itu disebabkan oleh hal itu.

Karena itu, diperlukan penelitian yang tuntas, komprehensif, serta obyektif dengan memakai laboratorium yang memenuhi standar internasional tentang semua yang masih "abu-abu" di Teluk Buyat.

Langkah ini sebaiknya dilakukan oleh tim independen yang terdiri dari pelbagai kalangan. Amerika kalau mau bisa juga diikutkan dalam tim tersebut. Daripada duta besarnya melakukan lobi ke sana-kemari, lebih baik diikutkan dalam penelitian, sehingga tak dicurigai melakukan tekanan atau intervensi. Dari tim independen diharapkan keluar hasil yang disepakati bersama dan meminimalkan keraguan.

Langkah itulah yang seharusnya ditetapkan dulu sebelum kita maju ke tahap berikutnya, seperti menetapkan tersangka dan melakukan penahanan. Jangan sampai gara-gara belum ada kejelasan, lalu ada orang yang jadi bulan-bulanan.

Tanpa langkah tersebut, silang pendapat mengenai kesimpulan akan muncul. Peluang pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan dari kasus Newmont ini pun jadi terbuka. Ujung-ujungnya orang juga akan curiga pada kerja polisi yang terkesan "terlalu" bersemangat. Kita tentu tak ingin hal ini terjadi. ***

Dimuat di Koran Tempo, edisi 30 September 2004

No comments: