Tuesday, January 30, 2007

Dari Rumah, Cegah Demam Berdarah

Dalam kasus demam berdarah, ada baiknya kita berhenti menyalahkan dan meminta tanggung jawab pemerintah yang memang selalu lamban dan terlambat itu. Pemerintah yang anggarannya cekak ini sedang repot mengurus aneka bencana alam, kecelakaan transportasi umum, dan wabah flu burung--semuanya datang beruntun dan bertubi-tubi. Menambah satu lagi kerepotan tidak hanya membuat pemerintah kian tak berdaya, tapi juga membikin publik malah makin frustrasi.

Wabah demam berdarah selalu merebak setiap kali musim hujan datang dan pemerintah nyaris tak banyak membantu membasmi wabah atau minimal menekan angka insiden. Sebagai gambaran, sepanjang Januari ini saja jumlah penderita demam berdarah di Jawa Barat mencapai 1.903 orang, yang 46 di antaranya meninggal. Di Jakarta, ada 1.752 pasien dan delapan di antaranya meninggal. Data tersebut hampir sama dengan data pada bulan yang sama tahun lalu.

Kesibukan mengobati pasien demam berdarah sudah menjadi kegiatan rutin dan tampaknya masih belum akan selesai. Penyebabnya, setelah gelombang penyakit berlalu, publik melupakan tindakan pencegahan yang harus terus dilakukan, yakni gerakan menguras, menutup, dan mengubur (3M). Mereka menunggu saja kapan perlu memadamkan "kebakaran" itu jika wabah tersebut datang lagi. Walhasil, lebih dari 30 tahun perang melawan demam berdarah belum juga tuntas.

Padahal pemberantasan demam berdarah bisa dimulai sekarang di lingkungan kita masing-masing. Cara efektif memberantas wabah ini dan mencegahnya datang kembali adalah membersihkan rumah dan sekelilingnya dari perindukan nyamuk kebun (Aedes aegypti dan Aedes albopictus), lalu melakukan gerakan 3M. Virus dengue memang sulit dibendung perkembangbiakannya. Membunuh semua nyamuk kebun pun bukan pilihan yang efisien. Cara paling tepat adalah menekan pertambahan populasi nyamuk pembawa virus dengan cara menyingkirkan tempatnya bertelur. Dengan menurunkan populasi nyamuk, atau membasminya sama sekali, peluang virus berpindah ke tubuh manusia pun menipis.

Membersihkan rumah dan melaksanakan 3M itu cara paling murah dan sederhana. Singapura berhasil menekan jumlah penderita demam berdarah sampai nol dengan cara ini.
Apalagi nyamuk demam berdarah tidak berkembang biak di rawa, got terbendung, sungai berlumpur, atau di air jernih yang berada langsung di atas permukaan tanah. Nyamuk itu bermukim di genangan air jernih dalam wadah.

Metode 3M perlu diingatkan kembali secara terus-menerus karena banyak yang belum juga menyadari bahwa satu keluarga saja alpa membersihkan lingkungan rumahnya, satu kampung bisa celaka. Karena itu, lebih baik mencegah daripada mengobati.

Tuesday, January 16, 2007

Pentingnya Pembuktian Terbalik

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan bahwa pejabat negara mendominasi transaksi keuangan mencurigakan selama 2003-2006. Pejabat pemilik rekening mencurigakan itu tersebar di departemen dan institusi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Bahkan ada satu kasus yang melibatkan petinggi Tentara Nasional Indonesia.

Transaksi gelap yang ditemukan PPATK itu ada kemungkinan berkaitan dengan tindak pidana, seperti korupsi, penggelapan pajak, penipuan, kejahatan perbankan, pemalsuan dokumen, penyuapan, dan perjudian. Menurut Yunus Husein, kepala lembaga itu, dari 433 kasus, 178 kasus diduga merupakan transaksi keuangan hasil korupsi atau penggelapan uang. Nilainya mencapai Rp 400 triliun.

Kalau memang mau serius memberantas korupsi, pemerintah mesti makin lekas dan agresif membersihkan aparatnya sendiri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kini banyak pejabat negara yang tersandung kasus korupsi, dari yang setingkat kepala dinas, gubernur, hingga menteri.

Temuan itu seperti memberi konfirmasi terhadap pandangan bahwa Indonesia adalah negeri yang sangat korup. Kejahatan korupsi di Indonesia melibatkan nama-nama besar dan angka-angka triliunan rupiah. Modus korupsi pun makin canggih.

Untuk melibas kejahatan korupsi yang sudah di luar batas normal ini, jelas diperlukan tindakan nonkonvensional, tindakan ekstra yang berani. Hanya, harus diakui, upaya melacak transaksi gelap itu cukup sulit. Selain memerlukan tenaga, kemampuan dan biaya yang besar, kegiatan ini akan menabrak banyak rambu hukum, seperti Undang-Undang Perbankan.

Itu sebabnya, suruh saja para pejabat melakukan pembuktian terbalik (omkering van de bewijslast). Artinya, si pemilik harta harus mempunyai bukti kehalalan kekayaannya itu. Sistem pembuktian terbalik penting dijalankan karena membuat seseorang harus membuktikan asal kekayaannya.

Memang ketentuan pembuktian terbalik itu saja pun tidak akan efektif membasmi korupsi bila sistem pelaporan kekayaan tidak dilanjutkan secara periodik, misalnya setahun sekali atau setiap periode masa jabatan. Hasilnya pun harus dibuka kepada masyarakat luas atau minimal lembaga publik yang independen, tepercaya, dan masa kepengurusannya dibatasi--agar orang ramai dapat ikut mengawasi.

Ditambah lagi, sanksi resmi terhadap mereka yang memberi laporan palsu atau tidak lengkap harus cukup keras--sepatutnya hukuman kurungan dan denda yang tinggi, selain pemecatan--dan dijalankan dengan konsisten, tanpa pandang bulu.

Karena itu, aturan yang mewajibkan para penyelenggara negara melaporkan harta kekayaan mereka ke Komisi Pemberantasan Korupsi harus diteruskan. Kewajiban ini--bila dilakukan dengan benar--akan segera memunculkan deretan nama mereka yang banyak harta, karena itu layak dicermati lebih lanjut.

Tentu bukan untuk secara otomatis menuding mereka korup, melainkan untuk mencari tahu halal atau haramnya cara mereka meraih harta itu.