Monday, June 13, 2005

Ayo SMS Presiden

LANGKAH Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka akses langsung bagi rakyat untuk menghubunginya patut dipuji. Baru pertama kali ini ada seorang presiden yang menyediakan nomor telepon genggamnya untuk menerima sandek (pesan pendek atau SMS) dari masyarakat. Sejak akhir pekan lalu, Presiden SBY membuka nomor khusus 0811-109949 untuk menampung informasi apa saja yang dianggap penting diketahui Presiden. Saking bersemangatnya warga mengirim sandek, bahkan info soal benda-benda keramat pun ikut dikirimkan kepada Presiden.

Dibandingkan para pendahulunya, SBY beruntung hidup di zaman sandek ini. Sekarang ini bahkan tukang bakso keliling pun memiliki hand-phone dan keranjingan ber-sandek ria. Mau memilih penyanyi idola, dai atau pelawak favorit, ikut kuis sepak bola, semua lewat sandek. Karena itu, boleh-boleh saja bila Presiden ikut demam sandek. Selain terkesan lebih “gaul” dengan rakyat, idenya orisinil, dan niatnya layak kita hargai.

Membuka hotline sandek adalah pilihan yang tepat karena mudah, murah dan melampaui jalur birokrasi. Yang terpenting, pesan dijamin sampai ke telepon Presiden tanpa sensor, tanpa khawatir dicegat ajudan atau satpam.

Dulu di zaman Presiden Soeharto ada layanan Kotak Pos 5000 yang disediakan untuk menampung keluhan, usul, saran, kritik dari masyarakat. Kita tak pernah tahu kasus apa saja yang dicarikan solusi lewat kotak pos itu. Belakangan tak jelas nasib kotak pos itu.

Layanan sandek SBY juga mengundang resiko, misalnya ada banyak pengirim pesan iseng, kasar, atau bahkan merasa SBY adalah teman sebaya yang bisa diajak membahas perceraian artis atau dandanan penari latar dangdut yang kian seronok. Pasti tidak semua pesan yang masuk ada gunanya. Maka, sebaiknya masyarakat hanya mengirim info yang berguna, misalnya soal korupsi atau pelayanan untuk umum.

Yang perlu diperbaiki, satu nomor akses dipastikan kurang menampung animo masyarakat yang begitu besar. Perlu ada beberapa nomor akses. Terbukti, hanya dalam tempo sehari layanan itu sudah "tulalit" alias tak bisa diakses lagi.

Di balik langkah Presiden ini seharusnya para pembantunya mafhum bahwa ada yang tak beres dengan jalur komunikasi antara birokrasi dengan masyarakat. Sebab, seandainya saluran komunikasi itu lancar, yang disampaikan ke atas bukan info ‘asal bapak senang’, tentu Presiden tak perlu menyediakan hotline khusus. Soalnya tinggal, kapan para jajaran birokrasi – dari menteri sampai bupati -- membuka akses yang sama luasnya bagi rakyat -- melalui sandek, telepon khusus, email, atau apa saja. Akses ini penting, agar Presiden SBY tidak “tertimbun” tumpukan sandek.

Diterbitkan di Koran Tempo, 14 Juni 2005

No comments: