Thursday, May 19, 2005

Bersihkan Istana dari Korupsi

Kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono benar serius akan membersihkan korupsi dimulai dari "rumah" sendiri, sekaranglah saat yang tepat. Kejanggalan yang ditemukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan di Sekretariat Wakil Presiden pada tahun anggaran 2003 senilai Rp 7 miliar lebih bisa dijadikan momentum. Presiden Yudhoyono diharapkan tidak mengulangi adanya dana Rp 100 juta yang digunakan untuk pernikahan putri Wakil Presiden Hamzah Haz ketika itu. Dugaan penggelembungan anggaran di lingkar dekat kekuasaan itu diharapkan tidak terjadi lagi sekarang ini.

Kejanggalan memang belum tentu korupsi. Mungkin saja sekadar administrasi yang tidak tertib. Bisa juga karena ada pejabat yang malas atau alpa menyetorkan laporan. Apalagi Sekretariat Wakil Presiden juga sudah memberikan klarifikasi ke BPKP dan mengklaim bahwa negara tidak dirugikan. Alasannya, misalnya, dana Rp100 juta untuk pernikahan putri Hamzah pada Agustus 2003 itu telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1979 tentang Hak Keuangan Presiden dan Wakil Presiden. Undang-undang ini mengatur ketentuan bahwa seluruh kebutuhan keluarga presiden dan wakilnya dibiayai negara.

Meskipun demikian, belum tentu juga korupsi tak terjadi. Toh, temuan BPKP itu belum diklarifikasi secara hukum. Karena itu, menurut hemat kami, sudah selayaknyalah bila BPKP segera meneruskan temuannya ke kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi. Setiap dugaan perlu dituntaskan. Setiap tuduhan harus diklarifikasi sehingga tidak ada keraguan lagi dan syak wasangka. Dan jika memang ada penyimpangan, tidak perlu terulang di masa depan.

Tentu kita harus berbaik sangka tentang yang terjadi di kantor wakil presiden dulu. Boleh jadi ini hanya cerminan kekurangpekaan individu terhadap anggaran, bukan pelanggaran yang sengaja dilakukan.

Memang dibanding kasus megakorupsi lain yang nilainya mencapai triliunan rupiah, jumlah Rp 7 miliar itu bukan tergolong luar biasa. Namun, korupsi tetaplah korupsi seberapa pun jumlahnya. Berapa pun nilainya, bila terbukti, pelakunya layak dihukum.

Kalau Presiden Yudhoyono ingin berbeda dengan pendahulunya, sekaranglah saatnya membersihkan hal-hal yang janggal di "rumah"-nya. Sudah jadi rahasia umum pada zaman dulu bahwa kantor Sekretariat Negara ataupun Sekretariat Wakil Presiden merupakan "sarang" proyek. Dan setiap proyek ini sangat mudah terpeleset menjadi sumber korupsi.

Kami juga menyarankan, tugas dan wewenang dua lembaga itu diubah saja. Dua kantor sekretariat itu, misalnya, hanya difungsikan untuk memelihara dokumen negara. Bisa juga kedua lembaga itu terlibat dalam proyek-proyek membangun identitas dan kebanggaan bangsa, misalnya memilih pegawai, guru, atau pelajar teladan. Tugas yang lain, terutama yang menyangkut proyek, biarlah diurus oleh departemen teknis. "Halaman dalam" Istana harus bersih dari korupsi, sebelum Presiden membersihkan tempat lain.

Editorial Koran Tempo, 20 Mei 2005

No comments: