Thursday, December 21, 2006

Tarik Saja Senjata Api Itu

Memiliki senjata api ibarat memelihara macan. Salah-salah malah jadi senjata makan tuan alias bikin celaka. Pernyataan Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutanto ini ada baiknya dicamkan oleh puluhan atau ratusan ribu masyarakat sipil (bahkan mungkin jutaan?) yang kini memiliki senjata api, meski sudah mengantongi surat izin dari polisi -- apalagi yang mengoleksinya secara ilegal.

Senjata di tangan sipil lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Pengawasannya pun terbukti tidak mudah. Maka koran ini tentu mendukung rencana Markas Besar Polri baru-baru ini menarik senjata dari tangan sipil. Tindakan tersebut diharapkan mampu menurunkan penyalahgunaan senjata api dan tentu saja angka kriminalitas yang cenderung meningkat belakangan ini.

Kasus penyalahgunaan senjata api yang mencuat memang lebih karena si pemilik tak memiliki surat izin dari pihak berwenang -- atau surat izinnya sudah kedaluwarsa. Mentang-mentang pejabat, anak pejabat, atau pengusaha berduit, ke mana-mana membawa senjata, lalu kemudian dorr... korban jatuh. Ingat kasus pengusaha Adiguna Sutowo yang menembak mati karyawan bar di Hotel Hilton tahun lalu. Jangan lupa pula dengan pelawak Parto yang menakuti-nakuti wartawan dengan letusan pistol.

Maraknya kepemilikan senjata api di kalangan sipil biasanya untuk solusi pengamanan pribadi. Ketika angka kejahatan tinggi dan aparat tak berdaya, masyarakat pun mencari cara praktis, di antaranya dengan mempersenjatai diri sendiri. Namun, belakangan justru timbul ekses dan terbukti bahwa orang sipil yang diberi hak memegang senjata tak membuat angka kejahatan turun. Kekerasan dengan senjata api (berbekal surat resmi ataupun ilegal) justru meningkat.

Karena itulah jajaran kepolisian jangan takut menerapkan rencana tersebut. Sudah betul pula kalau polisi selama ini berhasil menarik sekitar 4.000 pucuk senjata api dari masyarakat sipil, termasuk yang sudah berizin. Kalaupun ada yang diperpanjang izinnya, mesti dikontrol ketat atau titipkan saja di polisi. Kalaupun hendak dipakai, harus dengan alasan jelas, misalnya untuk latihan menembak bagi atlet. Pengurus olahraga menembak pun tak boleh seenaknya membawa senjata api.

Jangan takut. Tak usah pula hirau, meski itu berarti akan membatasi kemewahan yang selama ini hanya dinikmati kalangan terbatas, seperti pensiunan tentara dan polisi, pengusaha kaya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, serta mereka yang mampu "membeli" izin memegang senjata api. Di negeri penuh calo ini, surat begituan mah gampang dibisniskan. Lalu pemakainya, mentang-mentang membawa surat, enteng saja menarik pelatuk; apakah untuk menakut-nakuti, gagah-gagahan, atau untuk kekuasaan.

Biarlah tentara, polisi, jaksa, dan penyidik sipil saja yang boleh memegang senjata api. Sipil tak boleh bersenjata api. Toh, rasa aman terbukti tak bisa ditukar dengan senjata api. Semakin banyak senjata api yang beredar, orang ramai justru semakin waswas.

1 comment:

Unknown said...

perkenalkan sy mario, sy setuju dgn pendapat anda, tapi sy ingin berbagi pertanyaan bagaimana kalo (mohon maaf) ada perampok yg menyatroni rmh anda atau rmh saya bgm anda atau saya melindungi keluarga?

beladiri? ==>tidak mungkin
senjata tajam? ==>tidak mungkin
minta bantuan? ==>tidak mungkin

salam