Thursday, December 22, 2005

Bicaralah Polly

Vonis 14 tahun penjara untuk Pollycarpus Budihari Priyanto tidak mengubah keyakinan banyak orang bahwa dia bukan satu-satunya pembunuh Munir, aktivis hak asasi manusia yang berani itu. Polly adalah seorang pilot Garuda Indonesia yang cukup senior. Rasanya Polly juga bukan tipe seorang ultranasionalis yang bersedia membunuh hanya karena Munir dianggap mencemarkan bangsa atau aparat militer. Sangat diragukan Polly bertindak atas nama pribadi dan beraksi seorang diri. Dalam bahasa majelis hakim, Polly ikut melakukan pembunuhan berencana terhadap aktivis hak asasi manusia itu.

Kata "ikut" menunjukkan pelaku pembunuhan berencana itu bukan seorang. Artinya, ada orang lain, atau sekelompok orang lain, yang menghabisi Munir dalam penerbangan Garuda Indonesia rute Jakarta-Singapura-Amsterdam, 7 September 2004. Pollycarpus tak punya urusan pribadi dengan Munir. Keduanya tidak akrab dan baru saling mengenal. Di persidangan, motif Polly membunuh Munir tak terbukti secara meyakinkan.

Yang diungkapkan majelis hakim, ada pihak luar yang memotivasi pembunuhan. Kesimpulan itu didapat dari bukti adanya kontak telepon sebanyak 41 kali antara Pollycarpus dan telepon seluler Muchdi Pr., mantan Kepala Deputi V Badan Intelijen Negara. Ketika didengar sebagai saksi, Muchdi membantah kenal dan pernah berhubungan dengan Polly. Hakim mengesampingkan bantahan itu. Majelis justru mencatat pengakuan Muchdi bahwa dia tidak suka kepada Munir yang selalu mengkritik pemerintah, terutama soal Tentara Nasional Indonesia dan Badan Intelijen Negara. Sayang, kesimpulan hakim tentang motivasi pembunuhan itu tak dikembangkan lebih jauh, misalnya dengan memerintahkan Muchdi diperiksa lebih intensif.

Persidangan juga belum mengungkap secara jelas cara Polly membunuh Munir. Jaksa mendakwa Polly memasukkan arsenik melalui minuman orange juice. Dakwaan ini diperkuat keterangan sejumlah saksi. Namun, hakim berpendapat lain. Dengan keyakinannya sendiri, tanpa didukung keterangan saksi ataupun alat bukti lain, hakim berpendapat racun itu masuk melalui mi goreng yang disantap Munir pada penerbangan Jakarta-Singapura. Masih menjadi misteri mengapa hakim mengambil kesimpulan berdasarkan keyakinan tanpa didukung fakta dan bukti kuat di persidangan.

Misteri demi misteri itu membuat kasus pembunuhan Munir tetap berkabut. Pollycarpus menolak disebut sebagai pembunuh Munir. Lalu siapa yang bersalah? Kalau Polly tak mau ketiban beban sendirian, dia harus mengungkapkan siapa dalang semua ini, dia harus berani bicara jujur dan blakblakan. Memang ada risiko, tapi hanya itu pilihan yang tersedia. Istri Polly, Hera, bisa-bisa saja berencana mengadu ke Komisi Hak Asasi Manusia PBB atau menemui Paus di Vatikan, tapi tanpa membongkar yang sebenarnya, dia tak akan didengar.

Jadi, bicaralah Polly....

Diterbitkan di Koran Tempo, 22 Desember 2005

No comments: