Wednesday, February 08, 2006

Terbongkarnya Operasi Intelijen Polisi

Operasi intelijen sebenarnya lumrah dilakukan di mana-mana. Tapi, ketika terbongkar, operasi itu berubah menjadi sesuatu yang ilegal dan salah. Itulah yang terjadi dengan terbongkarnya surat perintah Kepolisian Daerah Metro Jaya kepada anak buahnya untuk menyelidiki rencana dua fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat yang membentuk tim investigasi untuk melacak dugaan penyelewengan impor beras.

Praktek memata-matai, mengumpulkan informasi, dan melaporkan suatu kegiatan kepada si pemberi perintah terkadang diperlukan sebagai tindakan preventif, misalnya mencegah potensi penyelewengan impor beras. Kegiatan ini, selain harus dirahasiakan, mesti ditujukan hanya mencari potongan-potongan informasi sekitar subyek, dan benar-benar dilakukan untuk alasan keamanan. Salah dan melawan hukum apabila kegiatan spionase dilakukan untuk tujuan politis dan melayani kepentingan orang atau kelompok yang berkuasa.

Dalam kasus ini, tim investigasi Fraksi PDI Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera berencana menyelidiki dugaan penyelewengan impor beras setelah usaha politik mengajukan hak angket kepada pemerintah gagal di parlemen. Proses menyelidiki impor beras sesungguhnya merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPR yang dilindungi undang-undang. Ini proses politik yang biasa-biasa saja.

Membentuk tim investigasi bukan tindakan yang membahayakan negara. Kegiatan ini tidak tergolong rencana makar. Intel polisi seharusnya bekerja diam-diam mencari tahu apa benar ada penyelewengan impor beras, seperti halnya dua fraksi itu. Boleh juga menelisik apa benar ada anggota Dewan yang terlibat impor beras, misalnya. Tapi intel polisi tak semestinya mengintai apa maksud politik di balik pembentukan tim investigasi impor beras itu.

Setelah operasi terbongkar, anggota Dewan yang sedang diselidiki pasti merasa terintimidasi, tak nyaman. Wajar bila Dewan memberikan reaksi balik. Besar kemungkinan investigasi yang hendak dilakukan pun jadi terganggu. Ini tentu kontraproduktif. Upaya DPR mengungkap kebenaran pun bisa terhambat.

Maka sangat beralasan apabila Presiden dan Kepolisian RI meminta maaf kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pemeriksaan oleh jajaran internal polisi terhadap Komisaris Besar Handoko, Direktur Intelijen Keamanan Polda Metro Jaya, menunjukkan penyesalan atas terbongkarnya operasi intelijen yang agak memalukan ini. Toh, sangat masuk akal apabila Dewan meminta kejelasan lebih jauh tentang apa yang terjadi. Penting sekali untuk mengetahui siapa yang punya inisiatif melancarkan operasi ini. Adakah dia diorder pihak tertentu atau sekadar cari muka kepada atasan. Perlu juga dipastikan ada sanksi yang memadai untuk mereka yang bersalah.

Kejelasan kasus ini sangat penting bagi Dewan. Apalagi pasti sulit meminta polisi memastikan kejadian serupa tak terulang di masa depan.

Diterbitkan di Koran Tempo, 9 Februari 2006

No comments: