Tuesday, September 13, 2005

Sidang Kabinet Jarak Jauh

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono rupanya suka memanfaatkan kecanggihan teknologi -- satu kebiasaan yang bagus. Dialah presiden pertama Indonesia yang menyediakan nomor khusus untuk menerima pesan pendek (SMS) dari rakyatnya. Sekarang, ketika melawat ke Amerika Serikat, Presiden Yudhoyono menjadi presiden pertama yang memimpin rapat rutin kabinet melalui fasilitas konferensi jarak jauh (teleconference). Rapat jarak jauh ini rencananya dilakukan setiap hari selama sepekan lawatannya.

Teleconference bukanlah jenis teknologi baru, tapi bukan juga layanan yang murah. Kalau Presiden Yudhoyono memanfaatkannya sekarang, yang segera terbayang adalah sebuah rapat yang harus memutuskan persoalan yang berat dan mendesak. Atau setidak-tidaknya Presiden merasa perlu bertatap muka untuk mendengar laporan anggota kabinetnya sebelum keputusan yang penting dan mendesak diambil. Sampai dua kali rapat jarak jauh dilakukan, memang belum ada keputusan besar, genting, dan mendesak yang dikeluarkan. Umumnya, Presiden Yudhoyono -- yang harus tetap terjaga pada sekitar pukul 2 dini hari waktu AS -- hanya meminta laporan sekitar pelaksanaan program yang sedang berjalan.

Sebenarnya ada cara yang lebih praktis, menurut kelaziman ketatanegaraan selama ini. Setiap kali presiden ke luar negeri, ia akan mengeluarkan surat keputusan presiden, yang berisi pendelegasian wewenang kepada wakil presiden. Dalam keputusan presiden itu bisa diatur agar wakil presiden yang diberi delegasi harus selalu berkonsultasi kepada presiden bila hendak mengambil keputusan. Cara praktis ini dilakukan pertama kali oleh Bung Karno, dilanjutkan di zaman Abdurrahman Wahid.
Apabila presiden ingin mendengar laporan umum tentang situasi di dalam negeri, ia bisa menelepon wakilnya. Dia juga bisa meminta Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet untuk memberinya laporan setiap hari.

Di Jakarta, cukuplah wakil presiden yang memimpin sidang kabinet. Dalam kasus sangat urgen, untuk mengambil keputusan tentang persoalan yang gawat dan mendesak, yang tak bisa dilakukan tanpa kehadiran seorang presiden, barulah telekonferesi diadakan. Pendelegasian wewenang yang dilakukan dengan tepat, yang merupakan praktek berpemerintahan yang baik, tentu menambah kredibilitas pemerintah yang sedang berkuasa. Kesan bahwa kabinet ini kompak, dengan personel yang mampu mengatasi keadaan, dan mampu bekerja tanpa pengawasan secara ketat harus ditunjukkan kepada umum di masa sulit seperti sekarang ini.

Sementara itu, presiden yang berada di luar negeri bisa berkonsentrasi penuh pada misi lawatannya. Tentu banyak yang perlu ditemui dan dikunjungi Presiden Yudhoyono di AS. Kalau ada waktu yang tersisa, lebih baik dipakai untuk beristirahat saja, agar esok hari lebih segar dan lebih banyak ide untuk memperbaiki kondisi negeri yang sedang dipimpinnya ini.

Diterbitkan di Koran Tempo, 14 September 2005

No comments: