Tuesday, September 20, 2005

Ahmadiyah Teraniaya

PENYERBUAN dan perusakan puluhan rumah dan masjid milik pengikut Ahmadiyah di Cianjur, Jawa Barat, adalah perbuatan kriminal yang harus dikecam keras. Di negeri Pancasila ini, tidak ada (dan tak boleh ada) kelompok yang mempunyai otoritas menggunakan kekerasan untuk menindak yang lain. Kelompok penyerbu di Cianjur itu tidak hanya mencederai ajaran agamanya, tapi juga melabrak aturan hukum.

Jika pelakunya tidak dihukum setimpal, itulah tanda bahwa otoritas penegak hukum di negeri ini sudah tak mampu melindungi warganya. Negeri tanpa penegak hukum yang bisa diandalkan sungguh mengerikan. Aksi di Cianjur itu bukan tak mungkin segera diikuti oleh aksi serupa di daerah lain. Kita tahu bahwa aset pengikut Ahmadiyah banyak macamnya dan tersebar di berbagai daerah. Sebelum aksi perusakan massal terjadi, para pelaku kekerasan di Cianjur harus ditangkap dan diproses secara hukum. Apalagi yang dirusak adalah masjid, tempat ibadah yang seharusnya dijaga oleh kelompok mana pun, termasuk kelompok yang mengatasnamakan Islam di Cianjur itu. Pantas juga jika para pelaku dikenai tambahan pasal penodaan terhadap agama dengan aksi beringasnya ini.

Pendapat ini dikemukakan bukan untuk membela ajaran Ahmadiyah. Tindakan hukum mesti diambil karena kebebasan memeluk keyakinan masing-masing merupakan hak konstitusional setiap warga di negeri ini. Mereka yang menghalangi kebebasan memilih berarti melanggar konstitusi.

Ajaran Ahmadiyah boleh-boleh saja dipersoalkan atau digugat, tapi itu jelas bukan alasan untuk melakukan kekerasan terhadap kelompok ini. Di negara demokratis ini, mereka yang merasa terganggu oleh keyakinan pihak lain memang harus mampu menahan diri. Jika merasa pihak lain sesat, silakan membuka dialog untuk mempertemukan pandangan. Kalau pandangan tidak bisa dipertemukan, sepakatlah untuk berbeda pandangan dengan damai.

Suka tidak suka, demokrasi menuntut setiap warga mampu bersikap seperti Voltaire. Pemikir Prancis ini pernah mengatakan, "Aku sama sekali tak setuju dengan pendapatmu, tapi hak kamu untuk berpendapat akan saya bela mati-matian." Maka silakan saja menganggap Ahmadiyah atau siapa pun sesat, tapi hak konstitusional mereka untuk secara bebas memilih keyakinannya sendiri tetaplah harus dihormati.

Perbedaan keyakinan bukan masalah hukum. Tapi tindak kekerasan terhadap orang lain jelas sebuah perbuatan kriminal. Jika terus dibiarkan, karena aparat selalu merasa "kikuk" menindak kelompok yang membawa-bawa nama agama, kekerasan akan bersimaharajalela dan menginjak-injak aturan hukum yang berlaku. Negara wajib melindungi hak konstitusional warganya, termasuk pengikut Ahmadiyah. Bila gagal, berarti amanat konstitusi sudah dilanggar.

Diterbitkan di Koran Tempo, 21 September 2005

No comments: