Tuesday, February 13, 2007

Jangan Asal Tebar Duit

Janji Gubernur DKI Jakarta memberikan dana Rp 1 miliar per kelurahan untuk rehabilitasi pascabanjir perlu dipertanyakan. Soalnya, duit itu diambil dari pos lain dalam anggaran daerah, langkah yang mencerminkan tidak adanya tertib anggaran. Selain itu, pemakaiannya kelak diperkirakan juga rawan korupsi.

Pemberian dana lewat program dadakan seperti itu sungguh riskan. Pertanggungjawabannya akan lebih sulit dibanding program yang terencana matang dan telah terpola cara pengawasannya. Dalam program yang terencana pun selama ini korupsi sering terjadi. Apalagi dalam tebar dana secara serampangan seperti itu.Sudah menjadi rahasia umum, dana bantuan sering berkurang ketika sampai di bawah. Birokrasi pemerintah kita terkenal longgar dalam pengawasan dan administrasi. Bahkan audit keuangan pun gampang direkayasa.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jakarta sudah memberikan bantuan melalui program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan sejak 2001. Namun, program ini sarat dengan penyelewengan dan tunggakan. Pada April 2006, misalnya, Badan Pengawas Daerah DKI Jakarta menemukan 170 kasus penyalahgunaan. Pada tahun yang sama pula terungkap adanya tunggakan dana Rp 79,4 miliar.

Akhirnya, pada Desember tahun lalu, pemerintah Jakarta memutuskan menunda program itu sampai terbentuknya lembaga keuangan mikro yang akan mengelolanya. Rencana tersebut belum terealisasi sampai terjadinya bencana banjir pada awal bulan ini. Dari pos program inilah pembagian duit untuk kelurahan itu akan diambil. Bila penyelewengan pada program yang lalu pun belum beres, bagaimana kita bisa berharap program berikutnya tak akan dikotori oleh praktek yang sama?

Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso memang melarang kelurahan yang luput dari bencana menggunakan dana yang totalnya Rp 267 miliar itu. Ia seolah ingin menjamin bantuan itu tepat sasaran. Perlu diingat bahwa masa kerja Sutiyoso sebentar lagi selesai. Orang yang mau pensiun biasanya mempunyai kecenderungan berbuat baik agar kelak diingat sebagai tokoh yang peduli pada kesengsaraan rakyat. Tapi, jika cara ini mengundang korupsi, sebaiknya diurungkan.

Kalau pemerintah Jakarta ingin memperbaiki kerusakan-kerusakan infrastruktur di kelurahan akibat banjir, sebaiknya direncanakan lebih matang. Anggaran pun mesti diambil dari pos yang tepat. Yang lebih penting lagi sebenarnya bagaimana mencegah musibah banjir datang lagi pada tahun-tahun mendatang. Banjir tetap akan selalu mengancam bila pemerintah daerah berpangku tangan dan tak belajar dari kesalahan masa lalu. Selain memperbaiki daerah aliran sungai dan kanal, perlu memperbanyak lahan resapan di Jakarta.

Manajemen penanganan banjir pun mesti dibenahi. Sudah saatnya pemerintah Jakarta memiliki sistem yang baik untuk mengantisipasi serangan banjir. Pola evakuasi dan penanganan pengungsi seharusnya menjadi lebih baik dari tahun ke tahun. Kalau tak bisa menolak banjir, paling tidak kita harus meminimalkan dampaknya.

1 comment:

Anonymous said...

wah, ndoro disini koq gag ada yang komen yah????????????