Monday, August 07, 2006

Penayangan Koruptor Buron

Rencana Kejaksaan Agung menayangkan wajah para koruptor buron di televisi tentu saja layak didukung dan perlu. Tindak pidana korupsi sudah tergolong sebagai extraordinary crime. Selain sudah mengakar urat, kejahatan ini terjadi baik di kalangan eksekutif, yudikatif, maupun legislatif. Karena itu, diperlukan pula pelbagai terobosan untuk memberantasnya, baik dari sisi hukum maupun caranya.

Memang, ini bukanlah ide baru. Almarhum Jaksa Agung Sukarton Marmosudjono dulu pernah memulainya. Ide itu bahkan sempat terwujud di TVRI pada 1989. Wajah para buron dan koruptor ditayangkan pada acara prime time yang laris dan banyak digemari waktu itu, Dunia Dalam Berita. Namun, acara itu berhenti begitu saja ketika efektivitasnya dalam membantu aparat meringkus para buron belum diketahui.

Kini ada peluang menghidupkan kembali gagasan bagus itu. Kalangan pengelola stasiun televisi pun menyambut baik. TVRI dan SCTV setidaknya sudah menyatakan bersedia membantu terlaksananya program yang bisa bikin ketar-ketir para pelaku tindak pidana luar biasa ini. Tentulah bakal seru kalau semua stasiun televisi ikut berpartisipasi.

Penayangan para buron di TV bisa digolongkan sebagai terobosan pemberantasan korupsi. Kiat ini sesuai dengan semangat antikorupsi yang tengah digalakkan di negeri ini. Bila perlu, yang ditayangkan jangan hanya para koruptor yang buron, tapi juga buron kejahatan lain. Misalnya penyelundup dan terpidana kasus pembunuhan yang baru saja kabur dari penjara Cipinang, seperti Gunawan Santosa.

Televisi merupakan media yang tepat dan efektif untuk menyebarluaskan informasi secara massal dan seketika. Penayangan tak hanya menimbulkan efek jera, jeri, dan takut bagi pelakunya. Masyarakat pun jadi mendapatkan informasi lebih lengkap. Syukur-syukur berkat informasi itu, orang ramai ikut berinisiatif memberi informasi tentang para buron, misalnya tempat persembunyiannya.

Informasi dari publik ini tentu sangat bermanfaat mengingat jumlah petugas kejaksaan ataupun kepolisian sangat terbatas. Namun, kita perlu mengingatkan agar jangan sampai rencana penayangan para buron itu melanggar asas praduga tak bersalah. Yang ditayangkan harus benar-benar sudah jelas status hukumnya. Perlu dipikirkan pula cara membuat program yang tak menabrak etika jurnalistik.

Pemberitaan lewat TV tentu berbeda dengan media cetak. Kalau yang diberitakan membantah, media cetak bisa meralatnya. Tapi cara yang sama belum tentu gampang dilakukan di layar kaca bila ada yang keberatan atau muncul sanggahan.

Sebaliknya, jangan sampai pula kehati-hatian justru membuat petugas salah tangkap. Dalam hal pencarian buron, misalnya, justru perlu diumumkan nama lengkap dan fotonya. Kalau namanya disingkat, nanti malah keliru. Misalkan yang disuruh ditangkap Agus Anwar-debitor nakal yang kini buron--tapi karena diumumkan hanya inisial AA dan tanpa disertai fotonya, orang jadi salah paham, dikiranya Andjas Asmara. Berabe.

Diterbitkan di Koran Tempo, 8 Agustus 2006

2 comments:

Anonymous said...

ga mungkin efektif Mas..
kendala:
1. Jaksa Agung ga mungkin seberani itu.
2. Media TV (infact not only TV) mostly
owned by Corruptors

paling2 yg muncul koruptor kelas teri. Media paling efektif munculin koruptor ya Internet.

Anonymous said...

Name : RoBert

Seharusnya dukungan bwat munculin para koruptor ituw harus didukung.

Supaya tuch koruptor ngerasa ga enak and tertekan kalau ngorupsi uang negara.

Selain itu koruptor biar taw gimana sich jadi badut di dalam TV itu ???


DasaR Para KoruPtoR....